SELAMAT DATANG/WELCOME/SUGENG RAWUH








SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA : HABIB AMIN NURROKHMAN(HANURO) MARI WUJUDKAN INDONESIA JAYA DAN BERADAB TAHUN 2049-2054

Kamis, 29 April 2010

Dustur Madinah setipe dengan PANCASILA....


GARUDA PANCASILA



Siapakah yang tak mengenal Piagam Madinah ?!, murid-murid mengaji sekalipun sepertinya telah cukup tahu apa itu Piagam Madinah, setidaknya pernah mendengarnya dari kisah-kisah ataupun wejangan-wejangan sang ustadz.

Benar sekali saudaraku !, Piagam Madinah merupakan suatu nama yang diatributkan pada perjanjian tertulis yang disepakati antara Rasullullah SAW sebagai pemimpin besar umat Islam, yang saat itu baru saja tiba di Madinah (Yatsrib), dengan para petinggi kaum Yahudi yang faktualnya merupakan penduduk mayoritas disana disamping berbagai macam aliran aqidah lain yang minoritas. Kurang lebih, demikianlah Piagam Madinah kala itu, sebuah perjanjian yang memiliki arti dan peranan besar bagi kelangsungan hidup Umat Islam yang baru akan memulai babak baru fase perjuangan mereka.



Perjanjian tersebut diantaranya mengatur bagaimana seharusnya sebuah komunitas yang satu dalam suatu wadah yang bernama Yatsrib dapat menyikapi berbagai perbedaan yang mereka miliki, dan kemudian bersinergi secara harmonis dan konstruktif dalam menjaga keamanan, kestabilan serta tentunya kemakmuran negeri Yatsrib. Diantara perbedaan yang sangat kentara adalah dalam hal aqidah atau keyakinan, sesuatu yang sampai sekarang ini oleh sebagian kalangan masih dianggap sebagai akar berbagai permasalahan sosial yang terjadi di pelosok dunia, terlebih Indonesia.

Memang opini seperti ini cukup dapat diwajari keberadaannya, mengingat telah banyaknya terjadi kekacauan dan anarkhisme sosial yang bernuansa SARA, seperti tragedi Tanjung Priuk, Ambon, Poso, Sampit, sampai peristiwa Bom Bali sekalipun dengan kuatnya pengaruh media dapat dikategorikan kasus SARA.

Baiklah, saat ini kita tidak memposisikan diri sebagai penentang berbagai ketidak adilan media dalam mempengaruhi opini masyarakat nasional maupun international seperti kasus diatas dan tidak pula bermaksud me-negasikan keberadaannya. Sedari awal kita kita sudah bertekad untuk membongkar berbagai kelemahan isue-isue ke-agamaan yang mungkin akan di-eksploitasi oleh pihak-pihak yang suka berkonspirasi membuat kekacauan, dengan mengolahnya menjadi suatu kekuatan yang justru akan menciptakan kebersamaan umat beragama dalam cinta dan kasih sayang, karena bagaimana pun kita semua tak lain adalah anak cucu Adam yang bersaudara.

Baiklah kita kembali pada Idealisme Pancasila dan korelasinya dengan Piagam Madinah, jelas sekali kita temukan disini berbagai kesamaan antara aspek-aspek yang diangkat dalam Piagam Madinah dengan “bayangannya” yakni Pancasila, dimana sebuah rekonsiliasi yang luar biasa kita temukan padanya, integralitas nilai-nilai yang diemban terintegrasi dengan semangat Ketuhanan Yang Maha Esa. Luar biasa !!, intinya, sebagaimana yang dikatakan Pak M.Natsir ,sang penyambung lidah aspirasi umat Muslim Indonesia kala itu, Didalamnya (Pancasila) terkandung cita-cita Islam dengan menyebutnya sebagai “Lima Cita Kebajikan”. Dan jikalau kita ikuti perkembangannya pada masa itu dapatlah dengan jelas kita lihat betapa tokoh-tokoh besar seperti Pak M.Natsir, M.Hamka dan rekan-rekan beliau lainnya begitu mendukung Pancasila dan sedari awal mengajak kita untuk dapat secara sadar men-integrasikannya dengan cita-cita Islam lalu mengaplikasikannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bahkan darisana timbul suatu istilah “Semua Muslim yang taat adalah Pancasilais, baik sadar maupun tidak, namun tidak setiap Pancasilais adalah muslim”

Dan Belum lagi jikalau kita kaitkan dengan Dekrit Presiden 1959, tentu akan sangat mudah bagi kita untuk memahami bagaimana sebenarnya isue-isue keagamaan (Islam khususnya) sedari awal merupakan isue utama dan terutama didirikannya negara ini !

Dalam pembicaraan yang lalu, saya sempat menyinggung masalah Dekrit Presiden 1959. Bagi rekan-rekan yang telah semenjak awal mengikuti proses kemerdekaan negara ini, pasti hal tersebut tersebut bukanlah perkara baru. Namun, agar lebih lengkap alangkah baiknya kalau kita sedikit mengulasnya, mengingat apa yang menjadi topik dan objek pembicaraan kita ini sangat terkorelasi dengannya.

Dekrit Presiden 1959 merupakan Dekrit yang dikeluarkan oleh bung Karno ,Presiden RI 1945
1966, ditengah kekacaun dan kebuntuan politik yang terjadi. Dimana saat itu, konstituante gagal dalam menghasilkan apa yang akan menjadi dasar pijak pembentukan negara ini, diakibatkan begitu sengitnya perbedaan yang terjadi. Secara garis besar dapatlah disebutkan bahwa perbedaan tersebut terwakili oleh dua kelompok, yaitu Nasionalis Muslim kontra Nasionalis Sekuler, dalam ide dan gagasan yang mereka paparkan, didalam dan diluar sidang KOnstituante. Dengan keluarnya Dekrit tersebut berakhirlah berbagai kebuntuan yang terjadi dan “mengembalikan” Indonesia pada UUD 1945, yang secara bersamaan otomatis mendemisionerkan UUDS 1950.

Perlu untuk dicatat disini adalah apa yang menjadi KOnsideran (pertimbangan) dari Diktum (keputusan) Dekrit. Disana, didalam teks Dekrit dengan gamblang dan nyata sekali disebutkan “Piagam Jakarta menjiwai dan menjadi satu kesatuan dengan konstitusi tersebut (UUD 1945)”.

Jika kita lihat pada beberapa peristiwa sebelumnya, tepatnya sehari setelah kemerdekaan pada Sidang PPKI, apa yang disebut dengan “Piagam Jakarta” itu sebenarnya telah dihapus dan digantikan dengan Pancasila yang kemudian ditetapkan saat itu. Pernyataan tentang “Piagam Jakarta” dalam suatu Dekrit yang menyebabkan kita kembali pada UUD 1945 jelas bukanlah tanpa makna dan arti, mengingat disisi lain Piagam Jakarta pun senantiasa diangkat kepermukaan dan menjadi aspirasi aklamatis Umat Islam Indonesia saat itu yang diwakili oleh penyambung lidah dan pikiran mereka, tokoh-tokoh nasionalis Muslim, pada saat-saat formal maupun informal.

Dengan demikian, sebenarnya hari-hari dikeluarkannya Dekrit Presiden 1959 merupakan hari-hari dan saat-saat “kelahiran kembali” (reinkarnasi) Piagam Jakarta dengan posisi yang secara jelas termaktub dalam dekrit, sebagai “menjiwai” yang bermakna memberi jiwa, kehidupan dan makna bagi UUD 1945 dan dengan begitu antara Piagam Jakarta dan UUD 1945 merupakan satu kesatuan yang utuh tak terpisahkan.

Baiklah saudaraku, fakta tentang Dekrit tersebut dan kaitannya dengan “reinkarnasi” Piagam Jakarta memang sungguh jarang diangkat kepermukaan dan ada kalanya terkesan ditutup-tutupi. Namun, kita tak perlu bersedih, ragu ataupun bimbang, karena kenyataan tersebut dengan jelas masih kita dapati pada teks asli Dekrit Presiden 1959, sesuatu yang sangat memiliki fakta historis tak terbantahkan yang dengan begitu kita masih sangat berpotensi untuk dapat memperjuangkan dengan mengangkatnya sebagai garis dan cita perjuangan ini. Dan saudara, itulah yang sebenarnya yang tengah kita lakukan sekarang !.

Kembali pada Pancasila, yang dengan posisi asalnya terletak dalam pembukaan UUD 1945, otomatis turut menjadi bagian daripada objek-objek yang dijiwai oleh Piagam Jakarta. Dalam posisi tersebut sudah semestinya nilai-nilai yang di-interprestasikan daripadanya, seperti dalam butir-butir, peraturan-peraturan pemerintah, keputusan-keputusan, dan tata aturan lainnya yang secara hirarkis berada di bawahnya harus dan sekali lagi harus mencerminkan nilai-nilai dan semangat Piagam Jakarta !!

Saudaraku !, inilah sebenarnya garis demarkasi antara Pancasila + UUD 1945 yang dibentuk dan disahkan pada tahun 1945 dengan Pancasila + UUD 1945 yang terlahir dengan keluarnya Dekrit Presiden 1959. Perbedaan tersebut adalah dimana UUD 1945 yang disebut diawal menghapus Piagam Jakarta dan kata-kata islami dari batang tubuhnya sedangkan yang disebut terakhir seakan “mengakui” kesalahan masa lalunya, merangkul kembali Piagam Jakarta dan memposisikannya sebagai “Sang Pemberi Nyawa” sekaligus rangkain kesatuan yang tak terpisahkan !. Ini hanyalah masalah waktu bagi kita untuk mampu melakukan sesuatu tentang hal ini, jika kita memiliki waktu untuk hal-hal seperti investools, tentu saja, kita pasti kita dapat mempunyai waktu untuk sesuatu yang bermakna sebagaimana hal tersebut.

Jikalau kita semua sudah memahami ini, maka sudah sepatutnya kita sedari sekarang membuang jauh-jauh semua bentuk skeptisme, arogansi, dan stigmatisasi yang selama ini kita lekatkan pada Pancasila !, mari kita merangkul dan memaknainya sebagaimana ia seharusnya ! ia tak lain bagaikan “Piagam Madinah“-nya kita bangsa Indonesia ! mempotensikannya akan mendekatkan kita pada pintu gerbang Indonesia ber-Syariah ! dan ber-bagai hal serupa lainnya. sekali lagi saudaraku, hal tersebut diatas hanya akan terjadi jika kita bisa dan mau memahaminya !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar