SELAMAT DATANG/WELCOME/SUGENG RAWUH








SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA : HABIB AMIN NURROKHMAN(HANURO) MARI WUJUDKAN INDONESIA JAYA DAN BERADAB TAHUN 2049-2054

Jumat, 14 Mei 2010

MONEY POLITICS ANTARA PELANGGARAN HUKUM ATAU BUDAYA

Saudara-saudaraku sebangsa dan setanah air yang budiman,

Mencermati pelaksanaan Pemilu Kepala Daerah yang sedang marak akhir-akhir ini,kita dihadapkan pada sebuah ironi “wuwuran” yaitu memberi uang kepada si pemilih untuk mencoblos calon tertentu,sungguh unik apabila kita benturkan dengan kenyataan yang ada dalam masyarakat adalah kebanyakan dari mereka mau berangkat ke TPS kalau ada uang ganti kerja,kebanyakan orang-orang tersebut adalah penduduk pedesaan. Mereka beralasan bahwa jika mereka harus pergi ke TPS maka meninggalkan pekerjaan sehari hari mereka seperti bertani,jadi sopir,berjualan ke pasar,ataupun yang sebenarnya hanya menganggur termangu dirumah mereka pun merasa waktu mereka tersita untuk melaksanakan pesta demokrasi yang kata orang sebagai wujud nyata dari pelaksanaan sila keempat Pancasila.



Hanya ada segelintir manusia yang mau memilih berdasarkan “hati nurani” karena melihat seorang calon dianggap kompeten atau kapabel,mereka sudah memiliki prinsip dari Pilkades hingga pilpres yaitu : “sapa sing aweh paling gede (duwhite)sing tak pilih”,artinya :” Siapa yang memberi uang paling besar itulah yang saya pilih”.Itulah fenomena nyata yang kita alami mereka (kebanyakan)telah menganggap money politics bukan sebagai pelanggaran hukum yang melanggar undang-undang melainkan sebuah budaya yang wajib dilakukan oleh masing-masing pasangan calon kepala daerah.Parahnya lagi money politics dilakukan pada setiap ajang pemilihan dari Pilkades,Pileg,Pilkada hingga Pilpres.

Fenomena ini terjadi akibat kesejahteraan masyarakat yang teramat rendah,masih banyak penduduk dinegeri jamrud khatulistiwa yang kesulitan mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari,bahkan untuk makan saja sangat sulit sekali.Tatkala ada rejeki datang yang notabene adalah “wuwuran” yang nilainya cukup lumayan sepertinya mereka pantang menolak karena perut mereka keroncongan siang dan malam.Walhasil pemimpin yang dihasilkan dari pemilihan bukan pemimpin yang dibentuk bersama-sama,melainkan pemimpin yang membeli jabatan.Jadi sudah sewajarnya ketika mereka telah menjadi pemimpin mereka secara otomatis akan berusaha sekuat tenaga untuk mengembalikan modal ketika pencalonan.Bisa diibaratkan ketika pencalonan menjadi seorang pemimpin sang calon memberi pinjaman kepada pemilih agar memilihnya kemudian setelah menjabat menagih utang tersebut sembari bunganya yang tak terkira banyaknya,hal itulah yang menyebabkan korupsi merebak dimana-mana.

Namun,saya masih berharap bahwa meskipun produk pemimpin yang dihasilkan dari hasil yang kurang terpuji ,akan tetapi apabila memang mereka memiliki niat yang mulia untuk membangun derah atau negaranya meskipun mereka harus berkorban banyak untuk jabatan itu mereka tetap mau memikirkan nasib rakyat.Karena sejatinya budaya itu muncul selain karena tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah juga disebabkan oleh perut yang lapar,tenggorokan yang kering,dan segala macam bentuk kemiskinan yang mendera seluruh daerah dinegeri ini.

Sekian………..

Penulis : Habib Amin Nurrokhman(HANURO)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar